Mendekati proses pendidikan dalam sebuah pemikiran cerdas untuk mendirikan sekolah taman siswanya, jauh sebelum Indonesia mengenal arti kemerdekaan. Konsepsi Taman Siswa pun coba dituangkan Ki Hajar Dewantara dalam solusi menyikapi kegelisahan-kegelisahan rakyat terhadap kondisi pendidikan yang terjadi saat itu, sebagaimana digambarkan dalam asas dan dasar yang diterapkan Taman Siswa.
Apakah pendidikan Indonesia sekarang sudah menggambarkan pola pikir pendidikan yang dikembangkan Ki Hajar Dewantara dahulu?
Orientasi Asas Dan Dasar Taman Siswa Dari Ki Hajar Dewantara Pernyataan asas Taman Siswa di tahun 1922 diupayakan sebagai asas perjuangan yang diperlukan pada waktu itu menjelaskan sifat taman siswa pada umumnya.
Asas Taman Siswa memuat 7 pasal, secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut.
Pasal ke-1 dan 2 mengandung dasar kemerdekaan bagi tiap-tiap orang untuk mengatur dirinya sendiri. Bila diterapkan kepada pelaksanaan pengajaran maka hal itu merupakan upaya di dalam mendidik murid-murid supaya dapat berperasaan, berpikiran dan bekerja merdeka demi pencapaian tujuannya. Pasal 1 juga menerangkan perlunya kemajuan sejati untuk diperoleh dalam perkembangan kodrati.
Hak mengatur diri sendiri berdiri (Zelfbeschikkingsrecht) bersama dengan tertib dan damai (orde en vrede) dan bertumbuh menurut kodrat (natuurlijke groei). Ketiga hal ini merupakan dasar alat pendidikan bagi anak-anak yang disebut “among metode” (sistem-among) yang salah satu seginya ialah mewajibkan guru-guru sebagai pemimpin yang berdiri di belakang tetapi mempengaruhi dengan memberi kesempatan anak didik untuk berjalan sendiri. Inilah yang disebut dengan semboyan “Tut Wuri Handayani”.
Pasal ke-3 menyinggung masalah kepentingan sosial, ekonomi dan politik kecenderungan dari bangsa kita untuk menyesuaikan diri dengan hidup dan penghidupan ke barat-baratan telah menimbulkan kekacauan. Sistem pengajaran yang terlampau memikirkan kecerdasan pikiran yang melanggar dasar-dasar kodrati yag terdapat dalam kebudayaan sendiri.
Pasal ke-4 menyangkut tentang dasar kerakyatan untuk memepertinggi pengajaran yang dianggap perlu dengan memperluas pengajarannya.
Pasal ke-5 memiliki pokok asas untuk percaya kepada kekuatan sendiri.
Pasal ke-6 berisi persyarat dalam keharusan untuk membelanjai sendiri segala usaha Taman Siswa.
Dan pasal ke-7 mengharuskan adanya keikhlasan lahir-batin bagi guru-guru untuk mendekati anak didiknya.
Pernyataan asas yang berisi 7 pasal tersebut, sesungguhnya merupakan pengalaman dan pengetahuan Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan barat yang mengusahakan kebahagian diri, bangsa dan kemanusiaan.
Adapun Dasar Taman Siswa di tahun 1947 merupakan susunan dasar yang memuat perincian dasar-dasar yang terpakai di dalam Taman Siswa sejak berdirinya di 1922 hingga seterusnya, baik yang terkandung di dalam keterangan asas-asasnya maupun yang terdapat di dalam segala peraturannya.
Dasar Taman Siswa tahun 1947 terkenal dengan nama Panca Dharma yang memuat :
1. Dasar Kemerdekaan
2. Dasar Kebangsaan
3. Dasar Kemanusiaan
4. Dasar Kebudayaan
5. Dasar Kodrat Alam
Kesemua dasar ini sama sekali tidak bertentangan dengan asas 1922 yang menjadi pijakan awal Ki Hajar Dewantara dalam merintis pendidikan di Indonesia, karena poin-poin penting yang termaktub dalam dasar Taman Siswa ini hanyalah mempertegas dari hal-hal yang telah dikemukan dalam Asas Taman Siswa.
Pemikiran cerdas di dalam memberikan tuntunan dasar akan pentingnya keteladanan, keuletan dan kesabaran di dalam belajar telah menjadi esensi penting di dalam modal utama untuk memperbaiki kualitas pendidikan saat ini. Contoh lainnya adalah Keikhlasan lahir batin bagi pendidik untuk meningkatkan kualitas pendidikan, kurang begitu ditanamkan dewasa ini, mengingat semua pengabdian mesti tereprisalkan dalam bentuk materi (uang).
Oleh karena itu, dalam era sekarang eksistensi roh pendidikan seperti yang dikembangkan Ki Hajar Dewantara hendaknya tetap menjadi pola-pola pikir yang terus didayakan oleh generasi muda, karena bagaimanapun juga mengubah Indonesia menjadi lepas dari belenggu penjajahan tidak lain adalah karena pendidikan. Maka berhati-hatilah dalam menyusun kebijakan pendidikan.
Upaya menjunjung derajad bangsa akan berhasil, apabila dimulai dari bawah, karena Rakyat sebagai sumber kekuatan, sehingga harus mendapatkan pengajaran agar pandai melakukan upaya bagi kemakmuran negeri.
Pengajaran berarti mendidik anak untuk mencari sendiri ilmu pengetahuan yang perlu dan baik untuk lahir, batin, dan umum, guru harus mampu mendidik anak-anak untuk mandiri dan merdeka. Karena pendidikan harus bisa memerdekakan manusia dari ketergantungan kepada orang lain dan bersandar pada kekuatan sendiri.
Pendidikan merupakan tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak dalam segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu (hidup batin dan hidup lahir), agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Sehingga para pendidik hanya dapat menuntun tumbuh dan hidupnya kekuatan-kekuatan itu agar dapat memperbaiki lakunya, (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya.
Pertumbuhan anak-nak tergantung kodrat dan keadaan masing-masing. Anak yang tak baik dasar jiwanya dan tidak mendapat tuntunan pendidikan, dikhawatirkan akan menjadi orang jahat kalau tidak ada tuntunan. Dengan tuntunan tersebut seorang anak akan mendapat kecerdasan yang lebih tinggi dan luas, akan menjauhnya dirinya dari pengaruh jahat, buruk.
Bibit yang tidak baik,
tetapi selalu dipelihara dengan baik
hasilnya akan lebih baik daripada yang tidak baik lainnya (tidak dipelihara).
memperbaiki lakunya, bukan dasarnya hidup dan tumbuhnya.
Ia dengan tegas menolak pendidikan yang terlalu mengutamakan intelektualisme dan mengorbankan aspek kerohanian atau jiwa para siswa. akhirnya beliau memutuskan untuk mendirikan sebuah sekolah yang menawarkan pendidikan berorientasi kepada kebudayaan timur dan mengedepankan nilai-nilai kerohanian yang dibarengi dengan kekuatan intelektual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar