baca selengkapnya di : http://www.poetra-anoegrah.co.cc/2010/04/cara-mengubah-judul-blog-dengan-judul.html#ixzz1Ie8isVZF

Klik Kanan

Kamis, 02 Desember 2010

Pengembangan Kurikulum Secara Teori dan Praktik


A.    Prinsip Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, didalamnya mencakup: perencanaan, penerapan dan evaluasi. Perencanaan kurikulum adalah langkah awal membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta didik. Penerapan Kurikulum atau biasa disebut juga implementasi kurikulum berusaha mentransfer perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional. Evaluasi kurikulum merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk menentukan seberapa besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program yang telah direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri. Dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan banyak orang, seperti : politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsur – unsur masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan.
Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum, dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Oleh karena itu, dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan sangat mungkin terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum yang digunakan di lembaga pendidikan lainnya, sehingga akan ditemukan banyak sekali prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu pengembangan kurikulum. Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengetengahkan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok : (1) prinsip – prinsip umum : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas; (2) prinsip-prinsip khusus : prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian. Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu :[1]
  1. Prinsip relevansi; secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).
  2. Prinsip fleksibilitas; dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik.
  3. Prinsip kontinuitas; yakni adanya kesinambungandalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
  4. Prinsip efisiensi; yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.
  5. Prinsip efektivitas; yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Terkait dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, terdapat sejumlah prinsip-prinsip yang harus dipenuhi, yaitu :
  1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.
  2. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
  3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
  4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
  5. Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
  6. Belajar sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
  7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemenuhan prinsip-prinsip di atas itulah yang membedakan antara penerapan satu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dengan kurikulum sebelumnya, yang justru tampaknya sering kali terabaikan. Karena prinsip-prinsip itu boleh dikatakan sebagai ruh atau jiwanya kurikulum
Dalam mensikapi suatu perubahan kurikulum, banyak orang lebih terfokus hanya pada pemenuhan struktur kurikulum sebagai jasad dari kurikulum . Padahal jauh lebih penting adalah perubahan kutural (perilaku) guna memenuhi prinsip-prinsip khusus yang terkandung dalam pengembangan kurikulum.
B.     ASAS-ASAS KURIKULUM
Dalam pengembangan kurikulum, banyak hal yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan. Apa pun jenis  kurikulumnya yang pasti membutuhkan asas-asas yang harus dipegang. Asas-asas tersebut cukup kompleks dan tidak jarang memiliki hal-hal yang bertentangan, karena memerlukan seleksi.
Pengembangan kurikulum pada suatu Negara, baik dinegara-negara berkembang (developing countries), Negara terbelakang (developed underdeveloping countries), dan Negara-negara maju (developed countries), bisa dipastikan mempunyai perbedaan-perbedaan yang mungkin mendasar, tetapi tetap ada persamaannya.
Falafah yang berlainan, bersifat otoriter, demokrasi, sekuler atau religious, akan memberikan warna yang berbeda dengan kurikulum yang dimiliki oleh bangsa bersangkutan. Begitu juga apabila dilihat dari perbedaan masyarakat, organisasi bahan yang digunakan, dan pilihan psikologi yang digunakan, dan pilihan psikologi belajar dalam mengembangkan kurikulum tersebut. Lebih lanjut akan diungkapkan asas-asas pengembangan kurikulum tersebut.[2]
1. Asas Filosopi
Asas berkaitan dengan sistem nilai. Sistem nilai merupakan pandanagan seseorang tentang sesuatu terutama berkaitan dengan arti kehidupan. Perbedaan pandangan dapat menyebabkan timbulnya perbedaan arah pendidikan  berlandaskan kepada filsafat  yang dianut, seorang guru harus merinci arti pandangannya itu dalam suatu rumusan jelas. Dengan demikian, dapat kita katakan bahawa keyakinan tententang kebenaran sebagai pegangan dapat  menuntun guru mengerjakan tugas sehari hari dengan  lebih berarti bagi murid, oleh karena itu wajar apabila kurikulum  senantiasa  bertalian erat dengan filsafat pendidikan, karena filsafat menentukan tujuan yang hendak dicapai dengan alat yang disebut kurikulum.[3]
2. Asas Fisikologis
Asas ini berkaitan dengan perilaku manusia.sehubungan dengan pengembangan kurikulum dan pengajaran, perilaku manusia  yang menjadi landasan dengan fisikologi belajar dan fisikologi anak. Sekolah diberikan kepercayaan sebagai lembaga yang dapat mendidik anak-anak. Anak-anak diharapkan dapat belajar, Dapat menguasai sejumlah pengetahuan, dapat mengubah sikapnya, dapat menerima norma norma dan dapat mempelajari bermacam macam keterampilan.Teori yang kita anut mengenai perkembangan anak dan proses  belajar turut dapat  menentukan bahan pelajaran yang disajikan, juga metode untuk mengajarkan seperti penyusunan bahan pelajaran dari yang kongkrek ke yang lebih abstrak, penggunaan metode SAS dalam membaca permulaan, dan sebagainya jadi, terdapat hubungan yang erat antara kurikulum dengan fisikologi beljar. Sedangkan dalam fisikologi anak sekolah dibri wewenang untuk memberi situasi-situasi  belajar kepada anak-anak agar mereka dapat mengembangkan bakatnya. Oleh karena itu, sudah sewajarnyalah  anak itu sendiri merupakan faktor yang tak dapat diabaikan dalam pengembanagan kurikulum.
3. Asas Sosiologi
Asas ini berkaitan dengan penyampaian kebudayaan, Proses sosialisasi individu dan rekontruksi masyrakay. Dalam membina korikulum, kita sering kali menemui kesulitan tentang bentuk-bentuk kebudayaan mana yang patut disampaikan serta kearah mana proses sosialisai tersebut ingin dikontruksi sesuai dengan tuntutan masyrakat. Masyrakat mempunyai norma-norma, ada kebiasaan yang mau tidak mau harus dikenal dan diwujudkan anak-anak dalam kelakuannya. Disini juga harus dijaga keseimbangan antara kepentingan  anak sebagai individu dengan kepentingan anak sebagai anggota masyarakat, dan ini dapat dicapai apabila dicegah kurikulum yang semata mata bersifat suciety-centered. Landasan sosial budaya ternyata bukan hanya semata-mata digunakan dalam mengembangkan kurikulum pada tingkat nasional, melainkan juga bagi guru dalam pembinaan kurikulum tingkat sekolah atau bahkan tingkat pengajaran.
4. Asas Organisatoris
Asas ini berkaitan dengan organisasi kurikulum. Dilihat dari orgaqnisasinya, ada tiga kemungkinan tipe bentuk kurikuluma;
a. Kurikulum yang berisi sejumlah mata pelajaran yang terpisah-pisah, ( separatet subjec curriculum ).
b. Kurikulum yang berisi sejumlah mata pelajaran yang sejenis dihubung-hubungkan ( correlated curiculum ).
c. Kurikulum yang terdiri dari peleburan semua / hampir semua maka pelajaran ( integrated curriculum ).
C. TAHAP-TAHAP PENGEMBANGAN KURIKULUM.
Tahap-tahap pengembangan kurikulum yang dibahas adalah merupakan suatu model pengembangan kurikulum yang diterapkan diIndonesia. Pemilihan suatu model haruslah didahului dengan pengkajian situasi kerja serta keperluan kita. Seperti yang umum terjadi, apabila kita dihadapkan kepada beberapa alternatif pilihan, maka kita akan memilih beberapa model tersebut sekaligus yaitu dengan mengambungkan beberapa model tersebut secara sekaligus.
Pengembangan kurikulum di Indonesia , khususnya yang berorientasi pada tujuan,  akan melalui tahap-tahap perkembangan pada tingkat lembaga, pengembangan program tiap mata pelajaran, dan pengembangan program pengajaran disekolah.
  1. Pengembangan Program Tingkat Lembaga.
Pengembangan program tingkat lembaga meliputi tiga kegiatan pokok, yaitu perumusan tujuan Intruksional, penetapan isi dan struktus program, serta  penyusunan strategi pelaksanaan kurikulum secara keseluruhan.
  1. Perumusan Tujuan Institusional.
Tujuan intruksional dimaksudkan tujuan yang diharapkan dikuasai para lulusan suatu jenis dan tingkatan sekolah setelah mereka menyelesaikan pendidikan sekolah
  1. Penetapan Isi dan Struktur Program.
Kegiatan menetapkan isi dan struktur program dilakukan setelah perumusan tujuan institusional selesai. Penetapan isi program berupa penetapan mata pelajaran yang akan diajarkan disekolah yang dapat menopang untuk mencapai tujuan .
  1. Penyusunan Strategi Pelaksanaan Kurikulum.
Strategi pelaksanaan kurikulum berkaitan dengan pelaksanaan kurikulum dilapangan atau disekolah yang termasuk dalam strategi ini adalah masalah pengajaran yang berupa paket-paket pelajaran, pelaksanaan pengajaran dengan model SP atau modul, kemudian apa metode dan media yang dipergunakan.
  1. Pengembangan Program Setiap Mata Pelajaran.
Langkah –langkah pengembangan program tiap mata pelajaran mencakup beberapa kegiatan yaitu :
  1. Merumuskan Tujuan Kurikuler.
Dalam tujuan kurikuler dirumuskan tujuan-tujuan yang mencakup aspek pengetahuan , ketrampilan dan sikap-sikap serta nilai yang diharapkan dimiliki oleh setiap mata pelajaran. Perumusan tujuan kurikuler harus mendasarkan diri pada tujuan instituasional yang telah dirumuskan.
  1. Merumuskan Tujuan Instruksional.
Perumusan tujuan instruksional adalah tujuan instruksional umu, yaitu tujuan yang diharapkan dimiliki oleh siswa untuk tiap pokok bahasan setelah mereka menyelesaikan program tersebut.
  1. Menetapkan pokok dan sub Pokok Bahasan
Kegiatan menetapkan pokok dan sub pokok bahasan dilakukan setelah perumusan tujuan instruksional. Hal ini disebabkan penetapan pokok bahasan harus mendasarkan diri pada tujuan karena pada hakekatnya pokok-pokok bahasan itulah yang dipakai sebagai sarana untuk mencapai tujuan itu.
  1. Menyusun Garis-garis Besar Program Pengajaran.
Jika tiga kegiatan telah selesai, kegiatan berikutnya adalah menyusun GBPP yang merupakan pedoman pengajaran disekolah oleh para staf pengajar dan untuk menyusun buku pelajaran.
Dalam setiap GBPP akan dijumpai rumusan tujuan-tujuan kurikuler, tujuan intruksional, poko-pokok bahasan dan uraian-uraian pelajaran.
  1. Pengembangan Program Pengajaran di Kelas.
Kegiatan pengembangan kurikulum yang berupa program pengajaran dikelas dilakukan oleh masing-masing guru mata pelajaran yang berupa pembuatan satuan pelajaran (SP) yang terdiri dari :
1.Tujuan Intruksional Umum (TIU)
2. Tujuan Intruksional khusus (TIK)
3. Uraian Bahan Pelajaran
4. Perencanaan Kegiatan Belajar mengajar
5. Pemilihan metode, alat atau media
6. Penilaian.

D. Kurikulum Pendidikan Islam
Definisi Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum pendidikan Islam adalah bahan-bahan pendidikan Islam berupa kegiatan, pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan sistematis diberikan kepada anak didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Islam. Atau dengan kata lain kurikulum pendidikan Islam adalah semua aktiviti, pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan secara sistematis diberikan oleh pendidik kepada anak didik dalam rangka tujuan pendidikan Islam (H.syamsul Bahri Tanrere, 1993).
Berdasarkan keterangan di atas, maka kurikulum pendidikan Islam itu merupakan satu komponen pendidikan agama berupa alat untuk mencapai tujuan. Ini bermakna untuk mencapai tujuan pendidikan agama (pendidikan Islam) diperlukan adanya kurikulum yang sesuai dengan tujuan pendidikan Islam dan bersesuaian pula dengan tingkat usia, tingkat perkembangan kejiwaan anak dan kemampuan pelajar.
Materi Pokok Dalam Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum pendidikan Islam meliputi tiga perkara iaitu masalah keimanan (aqidah), masalah keislaman (syariah) dan masalah ihsan (akhlak). Bahagian aqidah menyentuh hal-hal yang bersifat iktikad (kepercayaan). Termasuklah mengenai iman setiap manusia dengan Allah,Malaikat,Kitab-kitab, Rasul-rasul, Hari Qiamat dan Qada dan Qadar Allah swt.
Bahagian syariah meliputi segala hal yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia dalam kehidupan sehari-hari yang berpandukan kepada peraturan hukum Allah dalam mengatur hubungan manusia dengan Allah dan antara sesama manusia.
Bahagian akhlak merupakan suatu amalan yang bersifat melengkapkan kedua perkara di atas dan mengajar serta mendidik manusia mengenai cara pergaulan dalam kehidupan bermasyarakat.
Ketiga-tiga ajaran pokok tersebut di atas akhirnya dibentuk menjadi Rukun Iman,Rukun Islam dan Akhlak. Dari ketiga bentuk ini pula lahirlah beberapa hukum agama, berupa ilmu tauhid, ilmu fiqeh dan ilmu akhlak. Selanjutnya ketiga kelompok ilmu agama ini kemudian dilengkapi dengan pembahasan dasar hukum Islam, iaitu al-Quran dan al-Hadis serta ditambah lagi dengan sejarah Islam.
Sementara itu menurut Dr. Hj. Maimun Aqsa, perkara yang perlu didahulukan dalam kurikulum pendidikan Islam ialah al-Quran, Hadis dan juga Bahasa Arab. Kedua ialah bidang ilmu yang meliputi kajian tentang manusia sebagai individu dan juga sebagai anggota masyarakat. Menurut istilah moden hari ini, bidang ini dikenali sebagai kemanusiaan (al-ulum al-insaniyyah). Bidang-bidangnya termasuklah psikologi, sosiologi, sejarah, ekonomi dan lain-lain.         Ketiga bidang ilmu mengenai alam tabie atau sains natural ( al-ulum al-Kauniyyah), yang meliputi bidang-bidang seperti astronomi, biologi dan lain-lain.
Ruang lingkup materi pendidikan Islam sebenarnya ada terkandung di dalam al-Quran seperti yang pernah dicontohkan oleh Luqman ketika mendidik anaknya. Bagi Negara Brunei Darussalam Keluasan ruang lingkup pendidikan Islam tertakluk kepada pihak Kementerian Pendidikan, Kementerian Hal Ehwal Ugama, Jabatan Perkembangan Kurikulum, tingkat kelas, tujuan dan tingkat kemampuan pelajar. Bagi sekolah Arab dan agama khas tentunya mempunyai pembahasan yang lebih luas dan lebih terperinci berbanding sekolah umum. Begitu juga terdapat perbezaan yang jelas di antara peringkat rendah, menengah dan peringkat tinggi dan universiti.
Sedangkan mengenai sistem pengajaran dan teknik penyampaian adalah terserah kepada kebijakan guru melalui pengalamannya dengan cara memperhatikan bahan yang tersedia,waktu serta jadual yang sudah ditetapkan oleh pihak tertentu.
“Bagi pengajian tinggi, Pengajaran Agama Islam hendaklah dijadikan suatu mata pelajaran khas yang juga merupakan suatu pengajian yang mendalam mengenai sesuatu hukum dan difahamkan maksud-maksud pengajaran Agama Islam itu supaya mereka dapat mengamalkan pengajaran itu menjadi sebagai suatu cara hidup dan menjadi panduan semasa mempelajari ilmu-ilmu yang lain terutama sekali ilmu Sains” (Hj.Mohd. Jamil Al-SufrI, 1982)
Bagi merumuskan maksud prinsip-prinsip kurikulum pendidikan Islam kita lihat pandangan Prof. Mohd. Athiyah (Tajul Ariffin Noordin, 1990). Beliau menjelaskan;
“Pendidikan moden sekarang ini memerlukan pendidikan Islam. Iaitu pendidikan idealis yang bersifat kerohanian, moral dan keagamaan. Ini membuatkan kita belajar untuk ilmu dan kelazatan ilmiah. Dengan demikian kita terlepas daripada keruntuhan, kejahatan dan kemiskinan, penjajahan dan keangkaramurkaan, serta peperangan-peperangan dengan segala bencana yang ditimbulkannya. Demi untuk mendapat bersama menikmati suatu kehidupan yang abadi hidup bersama saling bantu-membantu dan dalam suasana demokrasi dan bahagia”.
Selanjutnya, oleh kerana matlamat kurikulum dan pendidikan Islam untuk melahirkan individu yang sempurna, samaada dari segi rohani mahupun jasmani, mata pelajaran dalam kurikulum itu hendaklah bersifat sepadu. Dengan kata lain mata pelajaran dalam kurikulum pendidikan Islam tidaklah terbatas kepada ilmu-ilmu yang berbentuk teoritis sahaja, baik bersifat naqli mahupun aqli tetapi juga berbentuk praktis, seperti pendidikan jasmani,latihan ketenteraan, teknik, pertukangan, pertanian dan perniagaan. Kurikulum yang semata-mata membekalkan pelajaran yang berbentuk spiritual boleh menyulitkan sesuatu institusi pengajian khususnya dari segi pembangunan material ( Hj. Abdullah Ishak, 1989).




Dr. Abullah Idi, M. Ed. Pengembangan Kurikulum Secara Teori Dan Praktik, hlm 179.

Dr. Abullah Idi, M. Ed. Pengembangan kurikulum secara teori dan praktik, hlm 67.
Dr. Abullah Idi, M. Ed. Pengembangan kurikulum secara teori dan praktik, hlm 68-92.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar